Sabtu, 31 Januari 2015

Filosofi Hiu dalam Kehidupan VI



Untuk masakan Jepang, kita tahu bahwa ikan salmon akan lebih enak untuk dinikmati jika ikan tersebut masih dalam keadaan hidup saat hendak diolah untuk disajikan. Jauh lebih nikmat dibandingkan dengan ikan salmon yg sudah diawetkan dengan es.
Itu sebabnya para nelayan selalu memasukkan salmon tangkapannya ke suatu kolam buatan agar dalam perjalanan menuju daratan salmon-salmon tersebut tetap hidup. Meski demikian pada kenyataannya banyak salmon yang mati di kolam buatan tersebut.
Lalu Victor Irawan menjelaskan, Bagaimana cara mereka menyiasatinya?
Para nelayan itu memasukkan seekor hiu kecil dikolam tersebut. Ajaib!!
Hiu kecil tersebut "memaksa" salmon-salmon itu terus bergerak agar jangan sampai dimangsa.
Akibatnya jumlah salmon yg mati justru menjadi sangat sedikit!!

Diam membuat kita mati!
Bergerak membuat kita hidup!!

Apa yg membuat kita diam??
Saat tidak ada masalah dalam hidup dan saat kita 
berada dalam zona nyaman.
Situasi seperti ini kerap membuat kita terlena.
Begitu terlenanya sehingga kita tdk sadar bahwa kita telah mati!!
Ironis, bukan?

Apa yg membuat kita bergerak?
Masalah.. Tekanan Hidup.. dan Tekanan Kerja..
Saat masalah datang secara otomatis naluri kita yang membuat 
kita bergerak aktif dan berusaha mengatasi semua pergumulan hidup itu.
Tidak hanya itu, kita menjadi kreatif, dan potensi diri kitapun menjadi berkembang luar biasa.
Ingatlah bahwa kita akan bisa belajar banyak dalam hidup ini bukan pada 
saat keadaan nyaman, tapi justru pada saat kita menghadapi badai hidup..

Itu sebabnya syukurilah "hiu kecil (Masalah Kita)" yang terus memaksa 
kita untuk bergerak dan tetap survive.
Masalah hidup itu baik, karena itulah yg membuat kita terus bergerak. 
Hiu-hiu kecil itu bisa diumpamakan siapa dan apa saja dalam hidup kita.
Jangan jatuh walaupun kita dijatuhkan oleh orang lain. Justru efeknya bisa membuat kita bangkit menjadi luar biasa.

Kata SUNDALA Khas Makassar


"KAU SUNDALLANGKO,,,, DITUNGGUKO KEMARIN, ACARA AYAM KI"
yang di katakan oleh Daeng Galang Sibaly.

SUNDALA’ merupakan ungkapan berkonotasi kasar
yang biasa didengar di berbagai sudut kota Daeng Makassar.
Di pinggir jalan, di pasar, bahkan di pusat-pusat keilmuan
seperti sekolah dan universitas.

Saya yakin, beberapa dari kita pernah mendengar kata itu,
atau mungkin pernah mengatakannya,
maka memahami apa artinya dan menakar seberapa kasar maknanya
bukanlah perkara yang sulit.

Sundala’ adalah kata yang konon diserap dari kosakata
bahasa Indonesia “sundal” yang berarti perempuan jalang atau pelacur.
Ada juga yang mengartikannya sebagai anak haram.

Namun, sampai saat ini belum ada sumber yang jelas tentang siapa “dalang”
dari penyebaran kata umpatan ini. Tapi jika ditelusuri dari speech community
yang mempopulerkannya, ternyata ia menjadi prokem atau bahasa gaul
dalam komunitas waria alias bencong.

Pada perkembangan selanjutnya, sundala tidak lagi terisolasi
di kalangan waria sebagai bahan canda dan makian antara mereka,
namun juga telah menjadi ekspresi kemarahan saat seseorang
hendak beradu fisik, emosi, atau baru saja ditimpa sial.

Namun seiring waktu, kata itu menjadi trend ditengah laju budaya “bebas memilih”.
 Kesopan-santunan digilas, siri’ yang menjadi falsafah hidup
orang Bugis Makassar pun akhirnya kian terpinggirkan.
Tukang becak, anak jalanan, anak sekolah, bahkan orangtua,
semuanya menyatu dalam kemunduran nilai itu.

Yang menarik, meski penuturnya tahu arti kata tersebut,
mereka tak sedikitpun canggung mengucapkannya di depan rekan-rekan
ketika sedang berbaur dalam canda.
Sundala’ sebagai fenomenon unik di tengah stigma orang Mangkasarak
yang konon kasar meski sebenarnya tak demikian.

Bersama dengan suntili’ dan sikulu’, sundala secara instan
menjatuhkan harga diri pelakunya dan orang yang dituju.
Ketika kata itu diucapkan, pada hakikatnya subjek dan objek tuturan itu
sama-sama jatuh harga dirinya sebagai manusia.


Andai kata seseorang sudah dipakasiri’ (dipermalukan),
maka dalam kepercayaan kita orang Bugis-Makassar,
pelakunya sah ditumpahkan darahnya lewat hunusan sebilah badik.
Siri’ mewajibkan adanya tindak terhadap penyebab rasa malu,
sepadan dengan tingkat rasa malu yang ditimbulkan walaupun tindakan itu biasanya
diasumsikan sebagai suatu kejahatan kriminal.

Adalah menarik melihat pergeseran nilai itu di keseharian kita.
Umpatan sundala’ tidak dibalas dengan badik melainkan dijawab
dengan serapah serupa dan diikuti gelagak tawa. Sungguh aneh.

Sebagaimana lumrah diketahui, tawa menjadi representasi kegembiraan atau
suasana hati yang riang. Oleh karenanya, dalam kasus di atas, sundala’ telah
melepaskan diri dari maknanya. Sundala’ secara sosial telah beralih fungsi
menjadi penanda keakraban.

Dengan keberadaan kata sundala’ di antara mereka,
yang terjadi bukanlah keretakan sosial melainkan yang sebaliknya, kerekatan sosial.
Satu sisi positif yang dapat ditarik dari pergeseran budaya ini adalah
bahwa sundala’ tidak menambah kekacauan dan kekerasan horizontal
yang nampak begitu menyatu dengan keseharian kita.

Kata ini maknanya sudah “dijinakkan”, dan dalam beberapa hal
telah menjadi peredam konflik antar orang per orang yang saling mengenal baik.

Olehnya itu setidak-tidaknya kita bisa lebih kritis dalam memaknai kebhinekaan.
Jika ungkapan bermakna buruk saja bisa menambah keakraban dalam kebersamaan,
bagaimana dengan bahasa-bahasa yang baik dan jauh lebih sopan?
 

IPK Hanyalah Angka di Selembar Kertas

Bagaimana pendapat Anda?
Mau mendapatkan pekerjaan idaman atau membuka lapangan pekerjaan??
Seperti kata Victor Irawan,
Pada Akhirnya, IPK Hanyalah Angka di Selembar Kertas.


Selain sebagai ukuran kinerja seorang mahasiswa di kampus, Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) kerap dianggap sebagai faktor penting saat melamar pekerjaan karena dapat menjadi ukuran kinerja seseorang ketika bekerja. Benarkah? Ternyata tidak juga. Tidak percaya?

Berikut ini 6 alasan IPK tinggi bukan segalanya saat bekerja!

1. IPK tidak menjamin pekerjaan
Pandangan umum yang menyatakan bahwa rajin belajar dan IPK tinggi akan menjamin diraihnya pekerjaan impian nyatanya tidak selalu tepat. Tidak semua lulusan dengan IPK tinggi memperoleh pekerjaan seperti impiannya, justru terkadang mereka yang lulus dengan IPK pas-pasan-lah yang meraih pekerjaan impian.

2. Memiliki IPK tinggi tidak menjamin keterampilan berkomunikasi interpersonal yang baik
IPK mungkin menjadi alasan kita mendapat panggilan wawancara, namun bukan pekerjaan. Saat wawancara, kemampuan komunikasi interpersonal-lah yang menjadi penentu. Sayangnya, IPK tidak berkorelasi positif dengan kemampuan komunikasi interpersonal seseorang.

3. IPK tidak menentukan seberapa pintar seseorang
Alasan IPK tinggi bukan segalanya saat bekerja adalah karena bukan kepintaran yang membuat kita mampu menjawab soal ujian (yang menjadi faktor penentu IPK), namun kemampuan mengingat pelajaranlah yang menjadi penentunya. Kenyataan pahitnya, kebanyakan dari kita melupakan 95% apa yang kita pelajari.

4. Mempertahankan IPK tinggi berarti mengorbankan waktu bersosialisasi
Setuju atau tidak, jika kita ingin mendapat IPK tinggi, maka kita perlu rajin belajar, apalagi menjelang ujian. Sayangnya, kondisi ini memaksa kita untuk mengurangi waktu berkumpul bersama teman-teman. Bukankah saat ini networking lebih penting dibandingkan IPK kala melamar kerja.

5. Pengusaha tidak bertanya tentang IPK kita
Bos kita tidak peduli seberapa tinggi IPK kita, melainkan seberapa baik kita di tempat kerja. Tunjukkan padanya apa yang dapat kita kerjakan di atas meja, bukan berapa tinggi IPK yang kita peroleh saat kuliah.

6. Faktor lain di luar IPK
Jangan mengabaikan IPK, tetapi ada banyak hal lain yang sama pentingnya dengan IPK. Jadi, pastikan kita tidak kehilangan mereka hanya karena kita ingin angka yang baik pada selembar kertas yang mungkin tidak akan peduli kepada kita setelah 10 tahun.

Sabtu, 24 Januari 2015

Loker Product Specialist BIO AXION HEALTHINDO, PT Januari 2015

BIO AXION HEALTHINDO, PT

PT. BIO AXION HEALTHINDO is a growing company in Medical disposable product, such as Warding Service Product, Surgical Stapler, Hernia Mesh, and Sterilization Products. We have a strong commitment to satisfy our customer with complete range and good quality products. In order to strengthen our team, we need young people with high potential and high desire to be the best in his/her field. We are looking for :

 

PRODUCT SPECIALIST – JABODETABEK

Requirements :
  • University Graduated in all discipline, preferable those who are graduated from nursery academy.
  • Fluent in English
  • Having experience as Medical Representative is an advantage
  • Maximum age 32 years old
  • Having pleasant personality and hard worker
  • Having own vehicle and driving license C


If you meet the requirement, please send your applications letter, CV, recent photograph, academic certificate and transcript to:
PT. BIO AXION HEALTHINDO
Fatmawati Mas Blok 1/ 113
Jl. RS Fatmawati No. 20
Jakarta 12430
Email : didik.ibnu@axion.co.id / arini.riyono@yahoo.co.id

Nasihat 24 Januari 2014

Nasihat 24 Januari 2014
 Jika Anda ingin kehidupan yang sederhana,
maka Anda akan menghadapi masalah yang sederhana.
Jika Anda ingin kehidupan yang terbaik,
maka Anda pasti akan menghadapi masalah yang paling sulit.

Dunia ini begitu adil, jika Anda ingin yang terbaik,
 maka dunia akan memberikan masalah yang menyakitkan.
Anda akan menang jika Anda berhasil menerobosnya.
Namun jika Anda tidak berhasil melaluinya,
 maka hiduplah dengan sederhana.

Segala bentuk kesuksesan bukanlah tentang
seberapa jeniuskah Anda ataupun untuk “menjual” diri Anda.
 Kesuksesan adalah mengenai kemampuan Anda untuk
menghadapi dan melalui kesulitan dengan senang hati.